Di tengah kemacetan lalu lintas pada saat terik matahari menghujam kulit, biasanya banyak kita temui pengendara yang cepat tersinggung, marah-marah, bahkan tidak sedikit kita jumpai caci maki keluar dari sopir angkot.
Cerita lain :
saat pesta peresmian kantor cabang, ada sebuah kelompok kecil yang bersenda gurau memakai bahasa asing dan kebetulan ada seseorang yang bergabung dengan kelompok itu namun tidak menguasai benar bahasa yang digunakan, hal ini memicu rasa rendah diri dan berpotensi ketersinggungan atau kemarahan muncul, dan bisa-bisa orang itu segera meninggalkan kelompok itu bahkan angkat kaki dari tempat itu.
Kesimpulan pertama bahwa orang yang memiliki kekurangan, entah itu "materi" maupun "pengetahuan" memicu kemarahan atau sensitifitas seseorang muncul lebih sering.
Contoh lainnya : di daerah pasar sering dijumpai para kuli yang mengangkut karung beras atau barang berat lainnya. Jika saja kita dengan atau tanpa sengaja menegurnya dengan kata yang salah, bisa-bisa mereka akan marah atau membentak.
Demikian pula seorang tukang becak yang sudah payah-payah mengantar kita dari tempat yang cukup jauh, sehingga dia terlihat sangat kelelahan, kemudian di tempat tujuan kita membayar dengan uang yang kurang dari perjanjian, sang tukang becak bisa jadi kalap dan menghantam kita sejadi-jadinya. Lebih ekstrim lagi, bila kita berjalan-jalan di Bronx, kawasan atau perkampungan orang kulit hitam golongan kurang mampu, acap kali akan ada seorang pengemis yang dijumpai. Bila kita tidak memberikan uang receh kepadanya, atau salah-salah kita memberikan komentar terhadapnya, maka mereka tidak akan segan-segan akan membunuh kita. Mereka itu dikenal sebagai “one dollar killer “.
Dari dua ilustrasi diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan awal bahwa mereka yang cepat tersinggung adalah terdiri dari orang-orang yang penuh dengan keterbatasan. Keterbatasan disini akan banyak sekali variasinya dan ternyata juga sangat tergantung dengan atau kepada situasi dan kondisi yang dapat memicu rasa marah sebagai refleksi dari rasa tersinggung itu. Hal ini sangat dapat dipahami, karena memang rasa marah pada umumnya adalah merupakan refleksi dari rasa putus asa yang melanda perasaan seseorang. Namun ada pula hasil survey yang juga mengatakan bahwa tingkat intelektualitas seseorang akan sangat berpengaruh kepada cepat atau tidaknya seseorang itu akan tersinggung atau tidak. Pengetahuan yang luas jelas akan sangat menguasai perasaan seseorang untuk mengendalikan dirinya, kapan harus marah ataupun kapan harus sekedar mentertawakan saja permasalahan yang tengah dihadapinya. Itu pula sebabnya, mengapa ada kelompok orang-orang yang dalam menyelesaikan masalahnya, ada yang memilih untuk berkelahi dan bahkan bunuh membunuh atau cukup dengan bernegosiasi.
Salam Kasih, Tuhan Memberkati :)